VG Lore : Blackfeather

Blackfeather Lore, Chapter 1 : Ruffians!

“Waspadalah, Putri! Ruffians mendekat!” Blackfeather sambil berpose dengan pedang di tangannya.

“Terima kasih untuk bagian pemanjatan dan penangkapan,” kata yang paling besar dari tiga berandal dengan senyumnya. Dia mendekat ke arah putri dengan senjata yang besar. “Kami ambil alih dari sini.”

“Aku rasa mereka akan mereka yang akan mendapat hadiah tebusannya,” kata Phinn.

“Mustahil! Aku akan membuat pita dari para barbarian berbaju compang-camping ini.” kata Blackfeather.

“Kalah jumlah, ya kan?” Phinn berkata, meskipun dia tidak terlihat takut sama sekali.

“Mereka tidak bisa menandingiku. Lihat mereka. Mereka seperti tidak pernah mendengar tukang jahit,” cemooh Blackfeather.

Sang putri menyilangkan tanganya. “Bisakah siapapun yang menculikku tolong cepat-cepat? Para penjaga akan segera datang.”

“Para penjagamu sedang tidak enak badan.” Musuh terbesar kedua meludah di tanah. “Kami membenturkan kepala mereka dan mereka sekarang pingsan. Kami akan melakukan hal sama padamu jika tidak bisa tenang.”

“Aku harus memperkenalkanmu dengan pedangku karena mengancam seorang putri seperti itu, kau biadab.”Blackfeather mengeluarkan pedangnya dengan suara shhhiinnnggg. “Orang tidak berbudaya, bertemulah dengan pedangku, Blackfeather.”

Sang putri menghentikan keputusasaannya yang dramatis. “Kau menamakan pedangmu dengan namamu sendiri? Dari semua keegoisan …”

“Aku memilki banyak kesamaan dengan pedangku,” ujar Blackfeather dengan membara.

“Aku bahkan tidak ingin tahu.”

“Aku tidak yakin siapa di antara ayam cerewet ini yang merupakan putri,” kata pencuri yang paling kecil, sambil mengeluarkan pedang.

“Sangat memalukan untuk membuat rambut bocah itu berantakan,” kata yang paling besar.

“Apa menurutmu dia akan tersinggung jika pedang yang membunuhnya tidak bersih?” Yang paling besar kedua mengeluarkan dua pisau.

“Serahkan orang-orang bodoh ini kepadaku, Phinneas,” perintah Blackfeather. ” Aku akan mengalahkan mereka bersamaan!”

“Baiklah,” sahut Phinn, yang menghibur dirinya sendiri dengan menangkap kunang-kunang untuk makanan Susie.

Musuh belum sempat mengayunkan senjata mereka, Blackfeather sudah berlari dengan cepat menuju musuh-musuh itu, pedangnya meninggalkan bekas ciuman berbunga kemerahan. Terjangannya yang sangat cepat membuatnya tetap jauh dari jangkauan; pedangnya yang berkilau terlihat seperti memanjang dua kali lipat. Sayatan dari pedang dan pisau-pisau, dan ayunan senjata musuh hanya mengenai udara dan berandalan itu mendapat luka sobek yang menyengat. Blackfeather berduel, menghindari, menangkis, menunduk dan membacok dengan indahnya sambil mengolok-olok. “Kalian menyerang dengan kecepatan kura-kura! Katakan padaku nama guru pedang kalian agar aku bisa menyalahkannya karena kematian kalian! Aku akan menanam mawar-mawar di kuburan kalian, penjahat!”

Sementara Blackfeather mengejar musuh kedua terbesar, berandal paling kecil menyelinap dan mengambil sang putri.

“Dia dibuat dengan tebusanmu,” panggil Phinn.

Blackfeather berlari mengejar penculik itu, tapi kehilangan dia di dalam gelapnya labirin. Dia kembali untuk menemukaan dua lainnya yang juga telah kabur.

“Tolong, Phinneas!” rengek Blackfeather.

“Aku pikir kau akan mengurus orang-orang bodoh itu.”

“Kita tidak boleh mengijinkan mereka mencuri apa yang telah kita sandera!”

“Baiklah.” Phinn mengangkat jangkarnya dan melemparkannya kedalam kegelapan. Ketika dia menariknya kembalik, itu mengenai jaket, ikat pinggang dan celana dari tiga berandal itu, dengan duri-duri yang menancap. Putri Malene diturunkan dari bahu penculiknya dan kedalam pelukan Blackfeather, satu sayatan dari duri membuat darahnya mengalir di pipi pucatnya.

“Kerja bagus, Phinneas!” seru Blackfeather.

“Kalian bodoh,” rengek putri. “Tidakkah kalian tahu … duri dari Hardy Orange … itu beracun … bagi putri?”

Matanya tertutup dan lemas di lengan Blackfeather.

Para penjaga kerajaan terburu-buru lari ke atas balkoni. “Mereka kabur lewat sini!”

Blackfeather berputar-putar dan panik. “Jangan pernah takut! Aku ingat jalannya … kiri, kiri, kanan … tidak, arah belakang …”

“Tidak ada waktu untuk tebak-tebakan.” kata Phinn, dan dia perlahan ke arah dinding labirin Hardy Orange dan menginjaknya dengan kuat.

Blackfeather Lore, Chapter 2 : Love’s Failed Kiss

Phinn dmemancing dengan duduk di sebuah batu dan pipa di mulutnya, setengah tertidur dan tersentak ketika tongkat pancingnya merosot dari cakarnya.

Di rerumputan sebelahnya, Blackfeather telah menaruh banyak mawar di sekitar putri yang tidak sadar . “Lihat dia,” bisik Blackfeather dengan takjub. “Bukankah dia sesuatu yang paling mempesona yang pernah kau lihat? Rambutnya. Kulit pucatnya. Jari-jari yang halus. Alisnya, lengkungan yang ingin dikatakan … yang ingin dikatakan …”

“… biarkan aku tidur,” kata Phinn.

“Tidak, bukan itu. Ada sebuah … tantangan di ekspresinya. ‘Apa kau berani untuk melakukan yang harus dilakukan?’ Ya, yang mulia, aku …”

“Maksudku, biarkan aku tidur,” kata Phinn sambil menguap. “Kau membuatku terjaga semalaman dengan penculikan putri-mu.”

“Bagaimana kau bisa berpikir untuk tidur ketika ada sebuah petualangan?” Blackfeather dengan penuh drama berlutut di samping putri dan melipat rambutnya di belakang telinganya. “Ketika seorang yang begitu cantik membutuhkan bantuan? Jangan takut, Blackfeather di sini.” Saat itu juga dia membungkuk dan mencium bibirnya.

Phinn mendengkur.

Susie, bertengker dengan nyaman di hidung Phinn, sambil berkicau.

Putri Malene tidak bergerak.

“Ini sangat aneh,” kata Blackfeather, membuat Phinn terbangun. “Ada yang salah dengan ciumannya.”

“Itu bukan caramu,” kata Phinn. “Ciuman adalah seni.”

Dia melemparkan umpan ke ikan di kolam. “Ayolah. Ini sarapan kecilku. Ambil cacing lezat itu.”

“Kelakuanmu yang udik akan mengurangi romantisme dari momen indah ini,” kata Blackfeather, dan lagi dia mencium bibir Putri Malene, lebih lama kali ini.

Susie memakan lalat yang keluar dari telinga Phinn.

Ikan memakan umpan.

Phinn terbangun dan menarik tongkat pancingnya.

Putri Malene tetap tidak bergerak.

“Mustahil!” rengek Blackfeather. Dia cemberut dengan menyilangkan tangannya sementara Phinn mengambil ikannya. “Ada yang salah dengannya, karena aku adalah pencium terbaik di daerah ini.”

“Mungkin dia harus terbangun untuk menikmatinya,” jawab Phinn.

“Itu adalah inti dari sebuah ciuman,” rengek Blackfeather, mengejutkan Susie. “Untuk membangunkannya.”

Ikan itu mati.

“Ciuman tidak membangunkan seorang putri. Siapa yang memberitahumu omong kosong itu?” Phinn menggigit kepala sarapannya dan menguyahnya dan menggelengkan kepalanya.

“Tidak?”

“Tentu saja tidak. Hanya gelitikan dari bulu seraphim yang akan membangunkan putri tertidur. Bulu berwarna biru yang terbaik.”

Susie mengangguk dengan setuju.

“Itu … jauh lebih masuk akal!” Blackfeather lega. “Kenapa lagi ciumanku tidak berhasil? Sekarang, dimana kita bisa mendapatkan bulu terkenal itu?”

“Tidak banyak lagi seraphim seperti dulu. Kenapa kau peduli? Aku kira kita penculik, bukan pahlawan.”

“Kita tidak akan mendapat tebusan untuk putri yang sedang koma.”

“Sepertinya ini karena kau menyukainya.”

“Menyukainya? Wahai, Pinneas yang manis. Perbedaan antara kepahlawanan dan kejahatan tidaklah luas, tapi dalam.”

“Waspadalah jangan jatuh ketika kau melompat, kalau begitu.” Phinn menelan sisa ikannya, berbaring lagi untuk tidur. Setelah dia yakin bahwa Phinn tidak melihat, Blackfeather memegang tangan Putri Malene.

“Akulah yang harus mengelitikmu bangun, yang mulia,” dia berbisik. “Aku tidak peduli kemanapun petualangan membawaku.”


Original story by Super Evil Mega Corp & Original translated by Uul (Group Facebook Vainglory Indonesia)