Ozo Lore, Chapter 1 : Showoffin

Melemparkan anak kota keluar dari gerbong sang Tuan dan kami Anak-anak Carnie(karnaval/sirkus), tahu lebih baik untuk menjauh dari Tuan.

“Anak bodoh pikir dia akan bergabung dengan karnaval?”

“Mungkin dia bisa melakukan lempar bola atau berjalan diatas tali?”

“Dia tidak bisa melakukan apa-apa.”

Anak kota itu kurus dan pendek, umurnya sekitar 8 tahun. Dia ingusan dan menatap pada kami. “Aku bisa melakukan sesuatu,” katanya. Cahaya muncul dari telapak tangannya.

“Baik,” kami berkata, “lakukan apa yang kau bisa.”

Kami memungut anak yatim itu dari pinggiran kota, diatas gerbong dengan cat yang aneh. Kami tidak dikota untuk menjual petasan dan mencopet, yang mana besok ada acara Festival Lentera Merah. Anak-anak kota berkerumun dengan cepat digerbang karena para anak karnaval akan melakukan pertunjukan yang terbaik, dan diluar dari kota kau tidak akan ditangkap karena menyalakan petasan.

“Hal terpenting yang harus kau lakukan untuk menjadi Anak Carnie,” kami berkata pada anak yatim, “adalah melakukan pertunjukan.”

“Aturan untuk melakukan pertunjukan adalah, jangan membosankan, dan semua cerita adalah benar.” Kami mengangguk bersamaan dengan kalimat sakral itu.

Dengan cincin besar menggelinding masuk, bos kami bergelantung ditengahnya dengan ekornya, kami anak-anak berteriak dengan kedatangannya: Oz-O! Oz-O! Oz-O!

“Dulu saat aku lapar!” teriak Ozo pada wajah mereka. “Sangat kelaparan, matahari kelihatannya lezat seperti buah persik. Jadi aku melompat sangat tinggi dan mengambilnya dari langit. Tapi segalanya menjadi gelap, jadi aku melemparkannya kembali keatas!” dia menendang dan membungkuk disebelah anak yatim itu. “Giliranmu.”

Anak itu gugup. “Aku … mm … hmm … Aku mencuri sebuah … sebuah …”

“Membosaaaankan,” teriak salah satu dari kami, lalu lebih banyak, lalu semuanya. Kami tidak punya waktu untuk orang gagap. “Membosaaaankan!”

“Orang tuaku adalah raksasa,” ucap Ozo. Kami semua diam dan memperhatikan, karena tidak ada yang bisa melakukan pertunjukan seperti Ozo. “Aku adalah bayi monyet paling besar didunia. Tapi suatu pagi, Ayah kentut yang menghancurkan seluruh desa.”Dia berhenti sejenak sementara kami tertawa. “Malang bagi kami, seorang penyihir wanita didesa itu sangat marah, dia mengucapkan mantra yang membuatku mengecil seperti sekarang. Ibuku tidak bisa merawatku lagi tanpa melukaiku, jadi dia memberikanku pada karnaval.” Kepala Ozo yang berbulu menggeleng sedih jadi kami ikut sedih. “Tapi dia meninggalkanku dengan cincin pernikahannya,” bisik Ozo, dan memegang cincinnya.

“Daaaang” kami berkata, bertepuk tangan.

“Ayahku pergi,” ujar anak yatim, “dan Ibuku membersihkan rumah.”

“Benarkah?” kata Ozo, memutar cincin besarnya dengan lengannya yang panjang. “Hmm ayahku adalah peliharaan seorang raja. Raja sangat-sangat menginginkan seorang putra jadi rana hamil dengan ayahku, berharap raja tidak akan menyadarinya.”

Anak-anak kota berteriak. “Kau bilang orangtuamu adalah raksasa,” dia tertegun.

“Aku bilang itu?” Ozo mengangkat bahu dan melihat kelangit, mulai melakukan hulahup dan kami akan menyaksikan dengan terpesona.

“Kisah sebenarnya adalah, aku tidak pernah memiliki orangtua. Aku terlahir dari sebuah pisah ajaib. Aku memakan pisangnya untuk keluar dan jatuh dari pohon, semua sendiri.”

“Semua ceritamu bohong,” ucap anak baru itu.

Anak-anak kota marah dengan ucapannya. “Semua ceritanya adalah kenyataan, bodoh!” kami berteriak, dan hampir terjadi kekacauan, tapi Ozo melemparkan cincin besarnya, menjatuhkan anak itu. Ozo membungkuk dan berkata sangat pelan pada anak itu. Kami yang paling dekat ikut mendengarkan.

“Aku berharap punya seorang ibu yang akan mengkhawatirkanku dirumah,” dia berkata. “Pulanglah.”

“Ya, pulanglah pada ibumu!” kami berkata, menyeretnya menuju gerbang.

Ozo melihat dekorasi naik dari cincin besarnya, bergantung dengan jari tangan dan kakinya, berguling agar lentera-lentera berputar, menjadi lingkaran merah bercahaya.

Ozo Lore, Chapter 2 : The Red Lantern Festival

“Tunggu, Ozo!”

Percikan biru muncul dari cincin Ozo saat membentur genteng di Undersprawl, Ozo ditengahnya, Koshka berlari dengan cepat dibelakangnya dengan baju pesta merah yang cantik. Lentera merah mengeluarkan cahaya yang cantik dilingkungan yang kumuh, dan guntingan kertas menghiasi jendela-jendela dari kedai minuman. Ozo berputar dan berhenti dikandang minion digerbang kota. “Aku menang!” kata Ozo. Para minion bertepuk tangan.

Koshka menyusul dan mencubit hidung Ozo. “Tidak hebat karena kau mengendarai cincin besar itu!”

Ozo tertawa, membungkuk diantara pohon jeruk yang harum yang tumbuh dipagar. “Jangan iri karena aku lebih cepat. Dan bisa melompat lebih jauh.”

“Kau tidak bisa,” ujar Koshka ketika dia melompati pagar menuju kekandang minion. “Tidak ada yang melompat lebih jauh dariku. Kesini, manis, ini saatnya festival!” dia berkata pada para minion.

“Bisa. Aku bisa melompati kota ini dengan satu lompatan. Dan aku lebih kuat dari semua minion ini digabung. Berat dari cincinku lebih dari dua gajah. Coba saja.” Dia mengulurkan cincinnya diatas pagar.

“Apa itu gajah?” Koshka mengabaikan cincin itu; para minion mendengkur dan menyodokkan hidung mereka pada kedua telapak tangan Koshka yang memegang amplop merah. “Jangan tidak sopan,” dia memerintah, menepukkan pada kepala mereka. “Bukalah disana.” Para minion berkerumun dipojok jauh dari dia, menyobek amplop mereka. Dua koin emas jatuh dari tiap amplop. Para minion mencoba untuk memakannya.

“Aku bisa berubah menjadi apa saja,” bual Ozo. “Coba tebak aku apa!” dia maju mundur diatas pagar dengan empat kaki, meong-meong.

Koshka tertawa. “Itu bukan apa-apa. Aku bisa berpura-pura menjadi seorang gadis.” Dia berdiri pada dua kakinya dan berjingkrak-jingkrak disekitar kandang, dengan menggembungkan pipinya, dan bergumam dengan suara berat, “Lihat aku, aku adalah seorang putri. Aku suka selai kacang.”

“Aku bisa memanggil angin!” kata Ozo, dia meniupnya.

Koshka tersandung seperti tertiup angin. “Whoa. Hanya itu, aku akan memanggil hujan.” dia menjulurkan lidahnya dan menyemprotkan liurnya zzzzrrrrbbbt pada teman monyetnya.

Ozo melompat mundur, menurunkan cincinnya dan berdiri ditengahnya. “Aku bisa membuat barrier pelindung. Tidak ada yang bisa mengenaiku disini!”

Koshka meliuk-liuk dan menyemprotnya, melompat diatas cincin. “Aku terlalu kuat untuk barrier-mu yang bodoh!”
“Kau kuat,” ujar Ozo, “Tapi aku yakin aku bisa memasukkan jeruk dimulutku lebih banyak darimu.”

Mereka melompat pada pohon jeruk dan menjejalkan buah pada mulut mereka, menghitung tiap buahnya. Koshka harus mengakui kemenangan Ozo ketika buah jeruk menyembur dari mulutnya.

“Baik, baik,” Koshka bilang, mengunyah sisa-sia dimulutnya. “Tapi aku bisa melakukan sebuah sihir.”

“Tidak. Kau tidak tahu sihir.”

“Aku tahu,” dia berkata. “Perhatikan.” Dia mendekati Ozo dan melihat wajahnya. Jari-jarinya menyelip dibalik telinga Ozo. “Lihat apa yang aku temukan!” dia berkata, dan memegang sebuah permen melon.

“Whoa,” bisik Ozo dengan takjub, mengambil permennya. “Kau benar-benar bisa sihir.”

“Selamat hari Festival Lentera Merah,” Koshka berujar, memeluk lehernya, dan mereka duduk dan memakan permen buah bersama, menyaksikan lentera-lentera merah bercahaya merah diatas genteng dan matahari mulai tenggelam.


Original story by Super Evil Mega Corp. Original translate by Uul (Group Facebook Vainglory Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *