Untuk lebih mengerti lore Lyra, sangat disarankan membaca kisah mereka dari sudut pandang hero lain seperti Lyra & Lance.

Samuel Lore, Chapter 1 : The Nightmare

Samuel kembali ke kamarnya saat petang dan mendapati Lyra di sana, yang tengah memandang koleksi hiasan kepala Grangor untuk upacara yang dipasang Samuel di dindingnya yang melengkung. Dia menjatuhkan peralatan dengan salju menetes ke lantai dan merebahkan dirinya ke kasurnya yang belum dirapikan sembari menutup matanya dengan satu tangannya. “Jadi, malam ini aku diceramahi,” dia bergumam. “Keselamatan atau kewajiban?”

Lyra berjalan dengan hati-hati melewati tumpukan buku, peta dan kertas yang berantakan untuk menghindari tulang anjing laut yang Samuel telah tikam dengan tombak di sidang pemburu Grangornya. “Kau… menyantapmakhluk ini?”

“Suku kita pesta makan setelah sidang. Aku makan sirip kanan dan ketua makan sirip kiri.”

Lyra bergidik. “Aku seharusnya membersihkan kamarmu. Ada laba-laba di atas kasurmu.”

“Itu laba-laba tidur. Laba-laba menyantap mimpi dan merajut jaring sesuai bentuk mimpi itu. Aku mengambilnya dari Neraka. Jangan disentuh.”

Mata Lyra berkobar marah. “Sudah kubilang jangan bermain di Neraka. Mimpi buruk dan khayalan …”

“Juga mimpi dan hantu serta Valkyrie. Magister Reim …”

“Aku sudah menyuruhmu untuk menjauh dari kakek gila itu. Jadi, kau ke situ seminggu ini?”

Samuel terkekeh, tangannya masih menutup matanya. “Tambahkan itu ke daftar kekecewaanmu. Aku sudah menyerah mencoba untuk menyenangkanmu. Aku lebih menganggapmu susah untuk puas.”

“Kau sudah tidak pantas bertindak kurang ajar seperti remaja.”

“Ceramah kewajiban, kalau begitu.” Samuel menyahut dengan menguap keras-keras.

Lyra menghembuskan napasnya, menutup mata untuk menenangkan dirinya. “Tidak. Itu tugas Archmage sekarang.” Dia menjatuhkan sebuah mesin baja kecil, tapi berat ke kasur di sebelah Samuel. Samuel pun mengangkat tangan dari matanya untuk menyipitkan mata menatap benda itu.

“Apa itu kontrapsi?”

“Barang ini datang bersama kiriman terakhir. Mereka berhasil membuat hologramnya berfungsi, berkat kristal Trostania yang diinfus. Mereka sudah mempunyai pesan holografik di Mont Lille selama bertahun-tahun …”

“… dan di Campestria jauh lebih lama.” Samuel duduk di kasurnya untuk memeriksa kotak.

“Bagaimanapun ini ada hasilnya sehingga usaha kita di sini tidak sia-sia.”

“Kalau begitu, mari kita lihat apa yang ibuku berkenan untuk sampaikan padaku.”

“Samuel.” Lyra meletakkan tangannya di atas pundak Samuel. Gerakan itu tampak canggung dan membuat keduanya tersentak. “Kupikir … aku tidak tahu apakah pesan ini …”

“Jangan cemas, Lady. Aku bukan anak yatim yang menyimpan mimpi tentang ibunya yang melimpahkan kasih sayang kepadaku setelah 14 tahun tidak ada kabar.” Samuel mendengus. “Magister bilang aku dibesarkan seperti anjing.”

Lyra terdiam mendengar itu. Dia memfokuskan pandangannya ke kotak pesan itu. Rambut ikal keunguannya gagal menyembunyikan ekspresi wajahnya saat Samuel menekan tombol dengan tinjunya. Platform itu berdengung dengan sinar biru yang memecah dan keluar sebelum akhirnya bersatu membentuk sebuah wajah. Wajah Archmage. Samuel sama sekali tidak ingat wajah itu, dan matanya tidak berwarna, tetapi kemiripannya sudah jelas.

“Samuel.” Terdengar suara kresek-kresek statis. “Lady Lyra sudah melaporkan kepadaku tentang kemajuanmu. Selamat telah lulus di sembilan ilmu pertama. Gilda Penyihir berharap padamu agar lulus ilmu kesepuluh. Kau akan kembali ke rumah untuk membuktikan kelayakanmu di tes terakhir sebelum masuk secara resmi ke gilda. Aku percaya Lyra telah mempersiapkanmu dengan baik.”

Rumah. Samuel hampir melewatkan kalimat sesudahnya.

“Setelah kau menerima peringkatmu, kau akan diberi jabatan sebagai gubernur Trostan dan memimpin upaya untuk memindahkan penduduk Grangor ke perbatasan. Kau akan mengurusi ekspansi penambangan kristal kita di Kall Peaks. Hubunganmu dengan hewan Grangor akan penting dalam upaya ini. Kau akan kembali dengan Trostan dengan kontingen pasukan apa pun yang kau nilai perlu untuk membantumu.

“Gilda kita dan kerajaan kita mengandalkan kesuksesanmu, Putraku. Dengan bantuanmu, Gythia akan kembali jaya seperti sebelumnya.”

Hologram itu lenyap seketika dan Samuel menatap ke posisi tempat hologram itu ada sebelumnya. “Memindahkan penduduk Grangor,” Samuel mengambil napas. “Apa dia pernah bertemu penduduk Grangor?”

Lyra mengatupkan tangannya di dalam lengan bajunya yang panjang. “Bila perlu …”

“Mereka tidak akan pergi. Aku sudah melihat jiwa mereka di Neraka. Mereka terikat di tanah ini oleh darah, ritual, dan perburuan.”

“Kau terdengar sepert bagian dari mereka,” kata Lyra dengan nada suara menebak-nebak.

Samuel berdiri dan berjalan cemas mengelilingi kamarnya. “Aku harus membunuh mereka semua.Ibu ingin aku membunuh mereka semua.”

“Kau seorang Gythia.”

Samuel berbalik menghadap Lyra. “Kenapa aku harus menjelaskan padamu kalau ini salah?” dia menangis, dan kata-kata meluap dari Samuel dalam sihir hitam yang membentuk sebuah bola yang berputar tidak stabil yang menyelimuti mereka berdua.

Di dalam bola terdapat gua dalam-kegelapan mimpi buruk. Lyra tidak pernah mengajarkan Samuel kemampuan sihir Gythia yang menjelaskan kegelapan itu, atau detak jantungnya yang melemah. Lyra tersentak bangun tanpa menyadari dia sudah tertidur, termegap-megap dan gemetar, serta membisikkan mantra penangkal. Secercah sinar hijau bersinar dari kegelapan, menyerapnya, melenyapkannya.

Di atas kasur, laba-laba tidur merajut jaring-jaringnya membentuk lukisan halus berkilau tentang Trostan yang terbakar .

Samuel Lore, Chapter 2 : The Trial

Rombongan kereta penyihir berjalan dijalanan Gythia: Archmage sendirian, Lyra dan Tuan Reim dibelakangnya. Lance bersikeras untuk berada pada rombongan yang ketiga dengan Samuel; dia melihat melewati tirai jendela dan mengagumi kompleks dari menara-menara militer dan lapangan pelatihan yang dikelilingi dinding megah yang terbuat dari batu obsidian, kemudian ada Menara Menteri, Menara Cartographer dan yang terakhir Menara Sihir, seratus kaki lebih tinggi dibanding yang lainnya dan memiliki luas yang sama dengan satu blok kota. Menara itu dihiasi dengan pahatan emas para Archmage yang terdahulu ditiap tingkatnya, masing-masing menggenggam tongkat sihir kuno yang disebut Verdict.

Samuel memasuki menara dibawah tatapan tajam dari ibunya dan mengikuti pengawalnya kedalam pusat gedung utama. Rasa getir dari sihir asing menyengat lidahnya. Lyra dan Reim mengentikan Lance agar tidak mengikutinya; mereka bertiga berdiri didepan pintu. Jalan masuk dikelilingi dengan tiang-tiang dari batu obsidian yang dipahat, mengarah kepada dua panggung batu, yang satu lebih tinggi dari satunya. Samuel berdiri pada yang lebih rendah; pada yang lebih tinggi berdiri para penyihir dengan pangkat yang tinggi, Archmage paling depan, jubahnya dilepas untuk memperlihatkan gaun hitamnya. “Samuel Keturunan Penyihir,” dia berkata, suaranya menggema diseluruh ruangan yang besar itu, “ujian kesepuluhmu dimulai sekarang. Jika kau lulus, kau akan menerima pangkatmu diserikat kami.” Dia merentangkan Verdict. “Aku harap kau sudah siap.”

Samuel menarik tongkat sihir yang dia sebut Malice dari ikat pinggangnya. “Jadi aku tidak akan memberikan jawaban karena tidak mematuhimu, Ibu? Karena menghanguskan harapan rakyat Gythia? Apakah itu begitu mengganggumu untuk mengakui kegagalan dari keturunanmu?” Dia memutar tongkat sihirnya diantara jari-jarinya sebelum menggenggamnya.
Sebuah bayangan keluar dari Verdict dan menyerang Samuel dalam sekejap sebelum rasa sakit memenuhi area perutnya. Dia berputar untuk menghadapi penyerangnya dan menatap pada wajahnya sendiri, Malice menunjuk pada tubuhnya sendiri. Tidak ada waktu memahami pengkhianatan ini sebelum bayangannya kembali bergerak dan menembak lagi.
Lance berlari maju tetapi hanya membentur dinding hijau yang bercahaya.

“Untuk setiap tindakan, selalu ada konsekuensi,” ujar Lyra.

Reim menyaksikan pertarungan, tanpa ekspresi, menggenggam tongkatnya.

~

Suara gemuruh air memenuhi telinga Samuel. Dia berputar kekanan dan bayangannya melakukan hal yang sama; ada sebuah kilatan, dan sebuah sengatan terasa pada kaki Samuel, rasa sakit yang menusuk sampai ketulang-tulangnya. Dia mengucapkan mantra-mantra dan letupan sihir ditembakkan dari tongkatnya, meleset sangat dekat dari bayangannya. Dia melompat dan mengucapkan mantra lain: “Uruz!” Tembakan lain masih meleset sedikit dari leher bayangan itu. Bayangan itu mengembalikan tembakan sihir dan Samuel menghindar. Mereka saling menembak sihir kegelapan sampai panggung dipenuhi dengan cahaya yang begitu menyilaukan mata. Dia tidak bisa memperdaya dirinya sendiri.

Tetapi bayangan tidak bisa belajar.

Dia bergerak dan melompat menjauh dari bayangannya, menerpa tiang terdekat, membuat tulang rusuknya retak, dua jari menggenggam taring sebuah pahatan kepala singa. Dia menarik dirinya untuk berjongkok diatas pahatan itu.

“Kenaz,” dia berteriak, dan udara menjadi goyah, dan disekitarnya ada ribuan arwah penyihir kuno, menyaksikan dengan mata yang berlubang, dan kegelapan dari Netherworld menyelimutinya saat dia melompat. Kilatan cahaya muncul dari Malice dan bayangan itu membungkuk, berputar kearah yang salah dan menerima serangan penuh dari sihirnya.

Ketika kegelapan telah menghilang, Samuel berdiri sendirian dipanggung. Netherworld, telah terbuka, mendekat, roh-roh jahat menggumamkan kebencian dan menjanjikan keadilan. Diatas, Archmage merentangkan Verdict lagi.

“Jadi kau memberikan sebuah ujian dimana tidak ada yang bisa berhasil untuk menyelamatkan dirimu sendiri dari rasa malu karena kesalahanku.” Samuel tertawa getir sambil memegang tulang rusuknya yang patah. “Begitulah bagaimana putra Tuan Reim mati, iya kan? Dia pasti dulu menyanyakan terlalu banyak pertanyaan.”

“Kalau memang begitu,” jawab Archmage, “maka kau harus berkonsentrasi untuk berhasil.”

Bayangan yang kedua kembali muncul dari Verdict, berdiri disebelah Samuel. Dia melompat mundur, menggenggam Malice seperti sebuah pedang, matanya menatap tajam pada musuh barunya –
– dan dia menurunkan lengannya dan terkejut melihat anak laki-laki kecil menatapnya dengan mata yang ketakutan: Samuel, empat belas tahun yang lalu ketika dia masuk ke Trostan untuk yang pertama kalinya, Malice terlalu besar untuk tangannya yang kecil.

“Layaknya puisi,” ejek Samuel. “Aku rasa selanjutnya aku akan menghadapi diriku dimasa depan yang tua dan bijaksana?”

“Kau tidak akan memiliki masa depan itu kalau kau gagal,” kata Archmage.

Samuel menghindari tembakan-tembakan dari anak kecil itu dengan mudah. Air mata berlinang dimata anak laki-laki itu.

“Aku lebih baik gagal,” ujar Samuel, dan melepaskan roh-roh jahat yang berputar-putar yang membentuk seperti tengkorak dan menciptakan mimpi buruk, melayang disekitar anak laki-laki kecil itu dan kemudian menuju kepenyihir diatas, membuai mereka dan membuat mereka tertidur. Bayangan menghilang dan Archmage jatuh.

~

Dinding bercahaya Lyra runtuh. Sebuah lubang yang berputar dan bergolak muncul didepan Lance.
“Pergi,” teriak Lyra dibelakangnya. “Pergilah!”

~

Sang Archmage mendarat dilengan Samuel yang membentang, membuat dia terbanting kelantai. Bahunya tergeser, memunculkan rasa sakit keseluruh tangan dan punggungnya. Dia mengambil Verdict dari tangannya, berguling menjauh, menyentakkan bahunya ketempat semula dengan rasa sakit yang luar biasa. “Dimana dia?” dia berteriak.
“Siapa?” jawab Archmage, kebingungan.

“Makhluk kecil Gythia.” Dia membungkuk didepan wajahnya. “Trostan bukanlah satu-satunya proyek yang kau kerjakan. Dimana keponakan Storm Queen?”

Archmage terkejut. “Mengumpulkan sekutu,” dia terisak-isak. “Halcyon -”

Samuel mengarahkan kedua tongkat sihir kewajah Archmage. “Bagus sekali, Ibu.”

Suara baju besi muncul ketika sang ksatria berguling diantara mereka, senjata dan tameng siap. Samuel melangkah mundur, menyilangkan kedua tongkat sihirnya didepannya.

“Pertimbangkan lagi, temanku,” ujar Lance.

Senyuman muncul dari wajah muram Samuel. “Kau lebih baik dari Gythia yang dulu,” dia berkata, dan masuk kedalam portal yang bergolak.

Reim berdiri didepan portal, dengan telapak tangan menghadap kedepan, wajah Lyra menjadi biru. Es menggantung ditelinga dan rambutnya. Bukunya, tertutupi dengan es, tergeletak dilantai tidak berguna. Samuel muncul dari portal, bersusah payah untuk bernapas dan melihat kemata gurunya yang penuh kesedihan.

“Tuan,” dia berkata.

“Lari, bodoh.”

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *